Pemandangan Lahan Bertingkat
Terasering adalah ladang berbentuk strip yang dibangun di garis tinggi tanah lereng. Ini merupakan tindakan efektif untuk mengontrol hilangnya air dan tanah pada pertanian lereng yang tentunya memiliki efek signifikan pada penyimpanan air, pelestarian tanah, dan produksi tanaman.
Ventilasi di teras sangat baik, yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman dan akumulasi nutrisi. Karena berbagai kondisi geografis alami, tenaga kerja, penggunaan lahan, dan model pertanian, menmbuat bentuk-bentuk teras juga berbeda-beda. Terasering terutama dibagi menjadi empat jenis: teras datar (level terrace), teras kredit (ridge terrace), Teras guludan (contour terrace), dan teras bangku/tangga (bench terrace). Lebar teras tergantung pada ukuran kemiringan tanah, ketebalan lapisan tanah, metode budidaya, jumlah tenaga kerja, dan kondisi ekonomi. Sistem irigasi dan jalan lalu lintas harus direncanakan secara seragam. Terasering ada di banyak bagian dunia, tersebar di sepanjang lapisan lereng curam seperti tangga yang dibangun berukuran raksasa. Mereka adalah tanah datar yang dipotong ke lereng gunung guna untuk menanam tanaman. Ini adalah salah satu cara transformasi buatan manusia yang paling menakjubkan. Terasering pertama kali muncul pada periode pra-sejarah. Pada awalnya, orang membersihkan hutan atau bukit untuk menanam tanaman pangan atau sebagai pekerjaan pertahanan. Pada periode yang sama, terasering mulai muncul di seluruh dunia. Dengan perkembangan pertanian dan pertumbuhan penduduk, terasering secara bertahap menjadi metode bercocok tanam yang umum dan telah membentuk budaya terasering khusus di berbagai wilayah.
Teras-teras sawah yang terkenal di dunia, seperti Southern terraces di Tiongkok, Banaway terrace di Filipina, dan Macquetti Terraces di Peru telah menjadi atraksi wisata yang terkenal dan simbol budaya lokal. Di Jepang, banyak tempat wisata terkenal yang berupa teras, seperti Distrik Tianchuan di Prefektur Fukuoka, Kota Nikko di Prefektur Miyazaki, dan Gunung Asu di Prefektur Kumamoto. Teras di Jepang lebih halus dan memiliki ciri khasnya sendiri yang disukai oleh para wisatawan.
Di Indonesia, Pulau Bali memiliki terasering yang terkenal. Teras di sini terutama digunakan untuk menanam padi dan dianggap sebagai tanah suci oleh penduduk setempat. Teras ini terdaftar sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO karena desainnya yang unik dan latar belakang budayanya yang beragam.
Selain itu, banyak negara dan wilayah yang memiliki teras-teras yang unik, seperti Filipina, Vietnam, Korea Selatan, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, serta negara-negara Amerika Selatan seperti Peru dan Bolivia.
Teras mengubah bentuk permukaan, memberikan luas pada area lahan pertanian yang bisa ditanami. Mereka telah menjadi lanskap yang indah, membuat orang terkagum-kagum dengan kerja keras para petani. Terasering dan budaya adalah keajaiban besar dari peradaban pertanian manusia. Mereka tidak hanya memiliki nilai ekologi yang tinggi tetapi juga menyediakan produk pertanian, dukungan ekologi, regulasi lingkungan, dan hiburan budaya. Teras dapat mengubah medan, menahan air hujan, mengurangi limpasan air, meningkatkan kualitas tanah, dan meningkatkan kelembapan tanah. Oleh karena itu, teras memainkan peran yang sangat penting dalam mempromosikan pengembangan pertanian di pegunungan dan bukit dalam meningkatkan lingkungan ekologi yang lebih baik.
Selain peran aktifnya dalam produksi pertanian dan lingkungan ekologi, teras juga memiliki nilai budaya yang penting. Di banyak daerah, teras telah menjadi simbol budaya lokal dan objek wisata yang menarik banyak wisatawan untuk melihat dan menikmati keindahannya. Sayangnya, dengan adanya urbanisasi dan modernisasi, banyak teras yang mulai menghilang atau rusak. Oleh karena itu, perlindungan dan restorasi teras menjadi tugas penting dalam masyarakat saat ini. Dalam proses ini, perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti penggunaan lahan, perlindungan ekologi, dan warisan budaya.