Komunikasi di Bawah Laut
Di planet biru, spesies yang hidup dalam kelompok harus saling berkomunikasi dan berbagi informasi satu sama lain.
Sebagai manusia, kita mengandalkan dua bentuk komunikasi utama: bahasa dan tulisan. Otak manusia yang cerdas dan organ pengartikulasi yang fleksibel memungkinkan kita untuk berbicara dan mengekspresikan diri dengan bebas, sedangkan tangan memungkinkan kita untuk menuliskan ide-ide unik.
Namun, untuk "mahluk laut" yang hidup di dunia bawah air, bahasa dan tulisan bukanlah alat yang tersedia untuk bersosialisasi. Jadi, bagaimana mereka dapat saling berkomunikasi?
Di antara spesies mamalia, cetacea menonjol karena kemampuan komunikasi mereka yang luar biasa. Makhluk cerdas ini adalah makhluk terpandai di lautan, di mana ilmuwan menemukan bahwa mereka menggunakan serangkaian sinyal akustik mirip peluit untuk berkomunikasi satu sama lain.
Cetacea memiliki kosakata kaya dan keterampilan komunikasi yang sangat baik, sehingga mereka dijuluki sebagai "penghuni laut yang bijaksana".
Humpback whale, misalnya, dikenal karena kemampuan bernyanyinya dan dapat bernyanyi selama 22 jam secara terus-menerus. Lagu mereka berisi beragam "kata-kata" dan lebih banyak digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin dan menjaga kontak dalam komunitas mereka.
Paus biru adalah spesies yang dapat ditemukan di banyak samudera utama dunia, termasuk Antartika, Atlantik, India, dan Samudera Pasifik. Sayangnya, populasi mereka telah berkurang karena perburuan besar yang terjadi antara abad ke-17 dan ke-20, serta gangguan terbaru dalam habitat alami mereka.
Paus biru berkomunikasi menggunakan frekuensi terendah dari rekaman cetacean, mengeluarkan raungan dan tangisan yang keras dan rendah yang dapat didengar dari jarak jauh. Panggilan "sinking" ini mengandung 11 jenis suara yang berbeda, dengan rentang frekuensi antara 107 Hz hingga 21 Hz atau lebih rendah. Sayangnya, rentang frekuensi ini juga digunakan oleh banyak suara buatan manusia, beberapa contohnya seperti mesin kapal, sonar aktif frekuensi rendah, array senjata udara seismik, dan aktivitas eksplorasi minyak lainnya. Pertanyaannya, apa dampak suara ini pada hewan laut tersebut?
Paus biru secara alami adalah hewan penyendiri, seringkali melakukan perjalanan ribuan mil seorang diri atau dalam kelompok kecil. Namun, mereka berkomunikasi secara teratur, dan semakin banyak bukti bahwa gangguan suara buatan manusia yang sudah mengganggu kegiatan vital dalam kehidupan mereka, seperti makan, berkembang biak, navigasi, dan komunikasi. Hal ini terutama menakutkan bagi spesies yang hampir punah.
Untuk memperparah masalah ini, pengiriman global di perairan yang dihuni oleh paus biru semakin meningkat. Misalnya, pada September 2013 dan Oktober 2014, konferensi Lingkaran Arktik yang diadakan di Reykjavik mencatat bahwa 60 kapal berlayar melalui Northwest Passage (antara benua Amerika Utara dan kepulauan Arktik) pada musim panas 2013, dengan beberapa rute kapal lainnya sudah direncanakan. Selain itu, pengamatan paus telah menjadi daya tarik wisata populer, yang mengarah pada peningkatan jumlah kapal dalam kumpulan habitat paus biru.
Hasilnya, lebih banyak kapal membawa lebih banyak kebisingan bawah air. Untuk mengelola dan mengurangi ancaman terhadap kelangsungan hidup paus, sangat penting untuk lebih memahami bagaimana, mengapa, dan di mana paus biru dapat berkomunikasi, dan sejauh mana kebisingan mesin kapal akan memengaruhi kehidupan mereka.