Sejarah Singkat Kapal Pinisi
Kapal pinisi adalah sebutan untuk kapal yang menggunakan sistem layar, tiang, dan tali, jenis pinisi atau pinisiq. Namun, selama ini banyak terjadi miskonsepsi atau salah pengertian tentang pinisi. Banyak yang mengira bahwa pinisi adalah nama kapal.
Kapal digunakan untuk berburu dan memancing. Kano tertua yang ditemukan arkeolog sering dibuat dari batang pohon coniferous, menggunakan peralatan batu sederhana. Agar tidak tersesat, pada masa lalu kapal berlayar tidak jauh dari benua atau daratan. Sesuai dengan perkembangan akhirnya para awak kapal menggunakan bintang sebagai alat bantu navigasi dengan alat bantu berupa kompas dan astrolabe peta.
Beberapa contoh kapal yang menggunakan sistem pinisi adalah Kapal Lambo (Lamba) dan Palari. Sistem pinisi yang unik dan diciptakan oleh Suku Konjo dari Sulawesi, membuat gambar kapal yang menggunakan sistem ini pernah tercantum dalam mata uang Indonesia. Bahkan, pinisi adalah jenis perahu layar yang menjadi kebanggaan Kesultanan Makassar dan yang menjadikannya sebagai kerajaan maritim yang kuat. UNESCO juga telah menetapkan seni pembuatan kapal dengan sistem pinisi sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada akhir 2017.
Hal yang membuat kapal pinisi unik adalah pembuatannya yang masih sangat tradisional, dari sisi alat hingga cara pemasangan berbagai komponen kapal. Kapal juga dibuat langsung di bibir pantai, dengan tujuan setelah selesai bisa langsung digunakan dan didorong ke laut. Sebuah kapal bersistem layar pinisi memiliki tujuh hingga delapan layar pada dua tiang yang berdiri depan-belakang.
Kendati demikian, sistem layar pinisi sebenarnya tidak benar-benar baru, tetapi meniru sistem layar schooner-ketch milik bangsa Eropa. Yang membedakan adalah cara menggulung layarnya, milik Eropa digulung ke atas, sedangkan layar pinisi digulung memanjang ke arah depan. Kapal pinisi yang paling tradisional dibuat dengan lambut tipe Pajala, yang kemudian berkembang menjadi tipe Palari Pinisi.
Kapal pinisi biasanya terbagi dalam dua jenis, yakni pinisi Lambda dan pinisi Palari. Untuk pinisi Lambda cenderung lebih modern dibanding pinisi Palari. Pinisi lamda sudah dilengkapi dengan motor diesel atau mesin. Jenis pinisi ini sudah tidak menggunakan tenaga angin lagi. Sehingga kapal ini berjalan di laut tidak lagi bergantung pada keberadaan angin. Dari sisi ukuran, pinisi lamda juga cenderung lebih besar dari pinisi lainnya, sehingga beban dan barang yang diangkut bisa lebih banyak. Sedangkan pinisi Palari, dikenal sebagai bentuk awal pinisi yang berukuran 10 hingga 15 meter dengan daya angkut maksimal 30 ton. Pinisi Palari bergerak masih mengandalkan layar di tengah laut berdasarkan kekuatan angin, dan dikenal dengan pinisi tradisional.
Itulah sejarah singkat kapal pinisi. Semoga bermanfaat!