Berbagi Momen
Kenapa kita begitu tergoda untuk membagikan momen-momen yang "memalukan" atau "cringe-worthy"?
Penelitian baru-baru ini mengungkap alasan mengapa kita merasa canggung dan mengapa kita terdorong untuk berbagi perasaan tersebut dengan orang lain.
Canggung (atau cringe) saat ini menjadi topik yang sedang tren, dengan jutaan unggahan terkait yang beredar di media sosial. Kita sering merasakan ketidaknyamanan saat menyaksikan upaya seseorang yang gagal dalam membuat kesan yang baik. Membagikan momen-momen tersebut seolah mengafirmasi penguasaan kita terhadap norma sosial, norma-norma yang tampaknya tidak dipahami oleh individu yang "canggung" tersebut. Ketidaknyamanan ini kini menjadi buzzword, dengan berbagai unggahan yang ditandai setiap harinya dan forum-forum Reddit yang didedikasikan untuk momen cringe-worthy. Kita semua sangat familiar dengan perasaan yang tak tertahankan, menyaksikan seseorang yang tanpa sadar melakukan tindakan yang penuh dengan rasa malu. Bayangkan saja pidato pernikahan yang penuh dengan lelucon yang gagal atau seorang remaja yang memamerkan barang-barang mahal tapi tidak menarik di tempat wisata.
Tapi sebenarnya, apa itu ketidaknyamanan, dan mengapa kita begitu suka membagikan momen-momen canggung tersebut? Jika kita merasa tidak nyaman saat melihat toast pernikahan yang gagal, bukankah lebih masuk akal untuk melupakan peristiwa itu begitu saja? Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kita merasa terdorong untuk berbagi momen-momen canggung itu.
Pada tahun 2024, Brianna Escoe dari Louisiana University bersama rekan-rekannya meneliti fenomena ini. Mereka menganalisis secara sistematis apa yang mendefinisikan rasa canggung. Mereka menemukan bahwa kita merasa canggung saat menyaksikan upaya kikuk seseorang untuk mengesankan orang lain. Misalnya, kita mungkin merasa canggung ketika seseorang gagal menjadi lucu, tetapi kita merasa simpati, bukan canggung ketika seseorang mengalami musibah yang tidak ada kaitannya dengan upaya untuk mengesankan orang lain, seperti kecelakaan.
Peneliti kemudian menguji mengapa kita suka membicarakan konten yang canggung. Dalam sebuah eksperimen, peserta melihat unggahan media sosial yang telah dipilih sebelumnya, beberapa di antaranya menampilkan perilaku canggung dan sombong, sementara yang lainnya berisi konten yang menyenangkan tanpa rasa canggung. Para peserta diminta untuk memilih unggahan yang ingin mereka diskusikan di forum. Meskipun mereka tidak menyukai atau merasa tidak nyaman dengan unggahan yang canggung, mereka lebih cenderung memilih unggahan tersebut untuk dibicarakan.
Akhirnya, peneliti menjawab pertanyaan penting: Mengapa kita berbagi konten yang membuat kita merasa canggung meskipun itu menimbulkan emosi negatif? Eksperimen lain memberikan wawasan lebih dalam. Para peserta diminta untuk mengevaluasi penampilan bernyanyi seorang blogger ibu di sebuah acara sekolah. Mereka yang membagikan penampilan ibu tersebut yang bagus menyampaikan sesuatu yang menyenangkan, sementara mereka yang membagikan penampilannya yang buruk merasa puas dengan tindakan mereka.
Membagikan momen-momen canggung memungkinkan kita untuk lebih terhubung dengan orang lain dengan cara bersama-sama menggeliatkan mata dan merasa lebih unggul secara sosial dibandingkan mereka yang gagal. Pada dasarnya, ini menguatkan keyakinan kita bahwa kita memahami aturan sosial yang tampaknya tidak dipahami oleh individu yang canggung tersebut. Dengan membagikan momen-momen ini, kita menciptakan rasa kebersamaan dengan orang lain yang memiliki pemahaman sosial yang sama, yang membedakan kita dari mereka yang berusaha namun gagal.
Kenapa Kita Menyukai Momen-Momen Cringe?
Ternyata, rasa canggung bukan hanya tentang empati atau rasa malu terhadap orang lain, melainkan juga tentang perasaan superioritas yang kita rasakan saat kita membagikan pengalaman tersebut dengan orang lain. Momen canggung memberi kita kesempatan untuk merasa lebih tahu, lebih paham, dan lebih terampil dalam menjalani kehidupan sosial dibandingkan dengan orang yang terlihat gagal. Ini mengundang perasaan bahwa kita memiliki kontrol atas norma-norma sosial, yang pada akhirnya memperkuat rasa kebersamaan di antara mereka yang berbagi kesadaran sosial yang sama.
Tidak hanya itu, berbagi momen canggung atau memalukan juga memberi kita kesempatan untuk tertawa dan merasa lebih ringan. Ketika kita mengungkapkan perasaan canggung tersebut kepada orang lain, kita mendapatkan penguatan emosional melalui kebersamaan, yang membuat kita merasa lebih nyaman dengan kegagalan-kegagalan sosial tersebut. Bahkan, dalam beberapa kasus, berbagi momen canggung bisa memperkuat ikatan antar individu, karena kita merasa lebih terhubung melalui pengalaman yang sama.
Mengapa Ini Jadi Fenomena?
Fenomena berbagi momen canggung ini bukan hanya terjadi di media sosial, namun juga merambah ke kehidupan sehari-hari kita. Banyak orang yang kini merasa perlu untuk berbagi momen tersebut, baik dalam percakapan santai atau melalui platform daring. Bahkan, beberapa orang merasa bahwa berbagi momen cringe adalah cara untuk menunjukkan rasa humor mereka, atau untuk mendapatkan perhatian dan validasi dari orang lain. Semakin banyak orang yang berbagi, semakin besar pula dampaknya terhadap persepsi kita tentang norma sosial.
Jadi, meskipun pada dasarnya momen cringe atau canggung ini menimbulkan ketidaknyamanan, kita tetap merasa tertarik untuk berbagi dan membahasnya. Hal ini bukan hanya tentang mengekspos kegagalan orang lain, tetapi juga tentang menunjukkan penguasaan kita terhadap norma sosial yang berlaku dan merasa lebih baik tentang diri kita sendiri. Dengan begitu, kita bisa lebih mudah berhubungan dengan orang lain yang memiliki pandangan yang sama, dan menciptakan rasa kebersamaan melalui rasa canggung yang sama.