Kebudayaan Kucing Jepang
Kecintaan Jepang dengan Kucing - Dari Pelindung Sutra menjadi Sahabat yang Dicintai dan Ikon Budaya.
Mari kita bersama-sama mengeksplorasi budaya kucing di Jepang. Jepang terkenal karena budayanya yang mencintai kucing, dan orang Jepang memiliki cinta yang mendalam terhadap kucing.
Selama masa Edo, pengembangan industri pertanian mulberry menjadi fokus utama. Serikultur sangat takut tikus, sehingga seseorang menjual lukisan kucing sebagai simbol penjaga untuk mengusir tikus. Hal ini membuat kucing menjadi amulets keberuntungan bagi para petani serikultur. Kucing yang berada di lukisan tersebut memberikan kesan kekuatan dan perlindungan kepada para petani, sehingga mereka dapat menjalankan usaha mulberry pertanian dengan keberuntungan.
Pada awal kedatangan kucing di Jepang, hanya keluarga imperial yang dibenarkan untuk memelihara kucing pada masa Nara, karena jumlah yang terbatas dan tanggung jawab yang berat untuk melindungi kitab suci dari tikus. Kucing-kucing dihormati dan dihargai oleh masyarakat Jepang pada saat itu. Namun, ketika masa Meiji tiba, kucing menjadi populer dan banyak dibudidayakan. Menurut statistik, ada 25.568 kucing di kota Tokyo saja.
Sejak saat itu, kucing telah menjadi bagian integral dari budaya Jepang. Mereka telah berkembang menjadi bukan hanya hewan peliharaan, tetapi juga teman manusia. Kucing telah menjadi tempat bersantai dan tempat untuk bersandar untuk orang-orang Jepang yang hidup di bawah tekanan sosial yang besar. Tidak heran jika banyak industri budaya seperti karakter dan proyek terkait kucing bermunculan, disebabkan oleh kecantikan dan sifat karakter unik yang dimiliki oleh kucing. Bahkan, orang-orang Jepang juga telah mengembangkan bahasa tertentu yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memiliki kucing.
Di Jepang, kucing dipandang sebagai hewan mulia yang menerima semua jenis perawatan dan perhatian dari manusia. Ada berbagai produk, layanan, dan perangkat yang ramah kucing, seperti paket kecantikan kucing yang mencakup mandi, potong kuku, dan cukur rambut hingga 60.000 yen. Di supermarket, juga tersedia berbagai jenis "makanan kucing," seperti "makanan kucing kaleng," "nasi kucing," dan "minuman kucing."
Salah satu alasan demam kucing di Jepang adalah perubahan kondisi sosial yang terjadi di Jepang. Orang Jepang kini lebih mudah berinteraksi dengan kucing dan menjadikannya sebagai anggota keluarga. Hal ini dikarenakan masalah serius yang sedang dihadapi Jepang, yaitu jumlah anak yang berkurang dan keluarga yang lebih kecil semakin menjadi trend. Dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit, kucing tidak hanya dihargai sebagai hewan peliharaan, tetapi juga ditetapkan sebagai anggota keluarga.
Kucing menjadi wakil khas gambar di Jepang dan bahkan telah ditemukan di luar gerbang nasionalnya. Mereka memiliki tubuh gemuk dan senyum bodoh yang manis. Kucing berasal dari Jepang dan telah dianggap sebagai talisman keberuntungan sejak zaman kuno. Legenda-legenda kucing dapat ditelusuri kembali ke zaman Edo, lebih dari 400 tahun yang lalu. Penampilan patung kucing sendiri baru berumur 150 tahun. Orang-orang di Jepang mencintai dan menghormati kucing serta menganggapnya sebagai simbol keberuntungan. Oleh karena itu, gambar kucing dapat dilihat di mana-mana di Jepang.
Kucing memegang posisi tak tergoyahkan dalam budaya Jepang. Bisnis fisik yang ditimbulkan oleh tema kucing, seperti kafe kucing, toko serba ada kucing, dan toko buku kucing, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan harian orang Jepang. Fenomena budaya populer lainnya di Jepang yang berkaitan dengan kucing adalah Pulau Kucing atau "Tashirojima" di Prefektur Miyagi. Pulau ini memiliki populasi kucing yang jauh lebih besar daripada penduduknya dan telah menjadi tempat wisata yang populer bagi para pencinta kucing di seluruh dunia. Kucing-kucing di pulau ini ditangani dengan baik oleh penduduk setempat dan telah menjadi bagian integral dari budaya dan ekonomi pulau itu.